1. Sapardi Djoko Damono
dw.com
Siapa yang tak kenal Bapak Hujan Bulan Juni. Puisi-puisinya begitu mampu
mendaraskan rindu dan cinta yang tulus terhadap hal apa pun. Diksi-diksi yang
tepat selalu ‘dipasang’ sastrawan kelahiran Surakarta, 20 Maret 1940 ini di
setiap sajaknya. Lirik per lirik tampak sederhana, tapi mengandung makna yang
dalam. “Hujan Bulan Juni” dan “Aku Ingin” adalah karya monumentalnya. Bahkan,
Hujan Bulan Juni dikembangkan menjadi novel, komik, bahkan akan jadi film.
Kini, Sapardi masih aktif mengajar program pascasarjana di Universitas
Indonesia jurusan sastra.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
2. Chairil Anwar
``lahiya.com
Si Binatang Jalang ini dinobatkan H.B. Jasin sebagai pelopor sastrawan
angkatan 45. Karya legendarisnya berjudul “Aku”. Pria kelahiran Medan, 26 Juli
1922 ini mampu melahirkan karya yang heroik dan menggugah ‘kehidupan’. Ia
menggubah puisi-puisi dengan tajuk pemberontakan, kematian, individualisme,
eksistensialisme, hingga multi-interpretasi. Ia meninggal di usia muda,
tepatnya pada usia 26 tahun di Jakarta.
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Aku tetap meradang menerjang
3. Goenawan Mohamad
````blajar.co.id
Biasa disingkat GM. Ia adalah sastrawan, juga budayawan, yang berpandangan
liberal. Pemikirannya yang terbuka tentu berpengaruh terhadap karya-karyanya.
GM banyak menulis sajak. Tak hanya sajak, ia menulis banyak karya sastra.
Pendiri, yang kini menjadi komisaris Tempo ini telah menulis sejak ia berusia
17 tahun. Ia kini masih aktif menulis Catatan Pinggir di majalah Tempo.
Sajak-sajaknya dengan berjuta perbendaharaan kata membuat pembaca jatuh hati.
Yang tak menarik dari mati
adalah kebisuan sungai
ketika aku menemuinya.
Yang menghibur dari mati
adalah sejuk batu-batu,
patahan-patahan kayu pada arus itu
adalah kebisuan sungai
ketika aku menemuinya.
Yang menghibur dari mati
adalah sejuk batu-batu,
patahan-patahan kayu pada arus itu
4. Sutardji Calzoum Bachri
flickr.com/
Sutardji berhasil mengeluarkan konsep puisi keluar dari pakemnya. Ia
menggubah puisi seperti layaknya mantra. Ia banyak menggunakan bahasa yang
figuratif atau bahasa yang digunakan penyair untuk menyatakan sesuatu dengan
cara tidak biasa, melalui makna kias atau makna lambang. Puisinya berjudul
“Tragedi Winka Sihka” membelalak pembaca, yang membuat masyarakat memiliki
tafsir berlainan satu dengan lainnya.
di luar wiski
di halaman
anak-anak bermain
bayangkan kalau tak ada anak-anak di bumi
aku kan lupa bagaimana menangis katanya
di halaman
anak-anak bermain
bayangkan kalau tak ada anak-anak di bumi
aku kan lupa bagaimana menangis katanya
5. Sitor Situmorang
cnnindonesia.com
Di selisik dari namanya, sudah pasti penyair ini berdarah Batak. Penulis
kenamaan asal Sumatera Utara tersebut memulai karier sebagai jurnalis. Tak
hanya puisi, ia juga menulis esai dan cerita pendek. Larik-larik puisinya
menyiratkan makna mendalam. Karya-karyanya memberi oksigen bagi pembaca yang
haus komposisi. Bahkan, setelah Chairil Anwar meninggal, Sitor disebut-sebut
menjadi penyair terkemuka.
Semoga kasih tahu jalan kembali
Pada pintu yang membuka dinihari
Ke mana angin membawa diri
Pada pintu yang membuka dinihari
Ke mana angin membawa diri
LANJUTKAN MEMBACA ARTIKEL DI BAWAH
Editor’s Picks
- Profil Kim Jaehwan Eks Wanna One Yang Akhirnya Debut Sebagai Solois
- 10 Potret Maternity Ratna Galih, Dari Sendiri Hingga Ditemani Keluarga
- Selain Lee Min Ho, 5 Lawan Main Kim Go Eun Yang Bikin Hati Berdesir
Kekasih, semoga kau
Dapat kepenuhan cinta dalam aku tiada
Terpecah dua benua, suatu kelupaan di
...Sisik samudra.
Dapat kepenuhan cinta dalam aku tiada
Terpecah dua benua, suatu kelupaan di
...Sisik samudra.
6. Joko Pinurbo
pojokseni.com
Dialah yang mengemukakan jarak itu sebenarnya tak pernah ada, sebab,
pertemuan dan perpisahan dilahirkan oleh perasaan. Sastrawan kelahiran
Pelabuhan Ratu, Jawa Barat ini melahirkan karya-karya yang memadukan unsur
naratif, ironi refleksi diri, dan tak jarang membubuhkan unsur ‘nakal’. Ia
telah menggeluti puisi sejak remaja dan mulai menulis pada usia 20-an.
Malam ini aku akan berangkat
mengarungimu.
Perjalanan mungkin akan panjang berliku
dan nasib baik tidak selalu menghampiriku
tapi Insyaallah suatu saat
bisa kutemukan sebuah kiblat
di ufuk barat tubuhmu.
Perjalanan mungkin akan panjang berliku
dan nasib baik tidak selalu menghampiriku
tapi Insyaallah suatu saat
bisa kutemukan sebuah kiblat
di ufuk barat tubuhmu.
7. Remy Silado
bintang.com
Nama aslinya Yapi Panda Abdiel Tambayong. Tulisannya lekat dengan kritik
terhadap berbagai persoalan, termasuk persoalan sosial dan budaya. Dalam
menulis puisi atau karya-karyanya yang lain, pria kelahiran Makassar, Sulawesi
Selatan, 12 Juli 1945, ini kerap menggunakan kata-kata arkais, atau kata yang
sudah lama tak digunakan. Selain menulis puisi, ia menulis drama, esai, roman
populer, dan buku-buku.
Di celah-celah sudut sempit terhimpit
Manusia seperti sandal jepit menjerit-jerit
Pohon-pohon pun tertawa
Tertawa melihat manusia
Manusia seperti sandal jepit menjerit-jerit
Pohon-pohon pun tertawa
Tertawa melihat manusia
ia kembali bersujud
Jiwa terasing dalam dunia bising
Diinjak, remak, permak
Lalu kiamat
Ia tamat
Diinjak, remak, permak
Lalu kiamat
Ia tamat
8. Widji Thukul
`cnnindonesia.com
Ia adalah penyuara aspirasi kaum akar rumput, yang hilang tak tau rimbanya.
Widjhi Thukul, lewat karya-karyanya mengorasikan perlawanan terhadap rezim Orde
Baru. Tulisannya menggugah semangat kaum-kaum tertindas. Sastrawan asal
Surakarta ini kemudian dinyatakan hilang di usia 34 tahun. Tak tahu, kini masih
hidup atau telah bersatu dengan alam.
mesin terus berputar
pabrik harus berproduksi
pulang malam
badan loyo
nasi dingin
pabrik harus berproduksi
pulang malam
badan loyo
nasi dingin
bagaimana kalau anak sakit
bagaimana obat
bagaimana dokter
bagaimana rumah sakit
bagaimana uang
bagaimana gaji
bagaimana pabrik? mogok?
pecat! mesin tak boleh berhenti
maka mengalirlah tenaga murah
mbak ayu kakang dari desa
bagaimana obat
bagaimana dokter
bagaimana rumah sakit
bagaimana uang
bagaimana gaji
bagaimana pabrik? mogok?
pecat! mesin tak boleh berhenti
maka mengalirlah tenaga murah
mbak ayu kakang dari desa
disedot
sampai pucat
sampai pucat
9. W.S. Rendra
irfanyulianto.com
Siapa yang tak kenal dengan nama ini. Karya-karya sastrawan asal Solo
kelahiran 1935 itu punya pengaruh besar terhadap kesusastraan Indonesia. Meski
demikian, ia disebut-sebut tak masuk pakem angkatan ‘45, '60-an, atau '70-an.
Karyanya mengalun menurut kebebasannya sendiri. Ia menggubah puisi atau
karya-karyanya dengan jahitan kata yang rapi dan apik dibaca maupun didengar.
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar